Friday

Pribadi



Bebanmu akan berat
Jiwamu harus kuat
Tapi aku percaya........
Langkahmu akan jaya
Tegakkan budimu
Kuatkan pribadimu. (Hamka)

Secara sekilas ada sesuatu yang ingin Buya Hamka sampaikan dalam bait-bait diatas. Beliau ingin mengingatkan kepada kita bahwa beban perjalanan hidup ini amat berat untuk dipikul karena onak dan duri akan selalu menghalang setiap langkah dalam kehidupan ini. Langkahmu akan kuat dan mantap apabila memiliki kepribadian yang kuat dan budi yang luhur.

Kepribadian adalah inner beauty bagi insan yang bernama manusia, karena dengan kepribadian seseorang siapapun dapat menilai baik dan buruknya. Saking pentingnya pribadi itu, dalam memilih pasangan hidup pun seseorang akan mencari dan meneliti pribadi-pribadi yang baik (sholeh/sholehah). Begitulah tabiat manusia yang selalu condong kepada yang baik dan menarik walaupun sebenarnya diri sendiri tidak baik. Tapi istri “saya” harus orang baik. Adalah suatu ketidakadilan jika kita menuntut orang lain berbuat baik sedangkan kita sendiri tidak baik. Maka yakinlah dengan janji Allah subhanahu wataala, bahwa laki-laki yang baik untuk perempuan yang baik pula. Disinilah letak pentingnya pribadi itu.

Sebagai manusia biasa, kita harus ingat bahwa hakikat manusia diciptakan oleh Allah Subhanahu wataala terdiri dari jasad dan roh. Kedua-duanya harus diberikan keseimbangan yang sama dan merata, bukan hanya mempercantik diri dengan pakaian dan barang-barang yang bermerek internasional saja, tetapi lebih dari itu kita juga dituntut untuk mempercantik pribadi (akhlaq) yang merupakan barometer dalam pergaulan ditengah-tengah masyarakat (ta’amul fil al-mujtama). sebenarnya inilah rahasia dibalik kejayaan Rasulallah Shallahu Alaihi wasalam ketika beliau diutuskan oleh Allah swt keatas bumi ini “Innama bu’tstu liuttamima makarimal akhlaq” sesungguhnya aku (Muhammad) diutuskan untuk menyempurnakan akhlaq.

Banyak tipe pribadi yang kita jumpai dalam pergaulan sehari-hari. Ada orang yang selalu membangakan diri dengan kelebihan yang dimiliki, sombong dan mengecilkan peran orang lain. Dan ada juga tipe orang yang menjodoh-jodohkan orang lain. Sipulan ini cocoknya dengan sipulanah. Sianu cocoknya dengan sipulan. Budaya semacam ini seharusnya tidak terjadi karena belum tentu orang yang kita jodoh-jodohkan itu suka dan senang dengan sikap tersebut. Tapi malang seribu kali malang hal itu terjadi. Dan tanpa diketahui dan disadari dampak dari perbuatan tersebut masyarakat menjauh darinya dan tidak mau berkawan karena takut dengan sikap dia yang kurang berhati-hati tadi. Orang lain akan hilang ketsiqohannya karena ulah dan perbuatannya yang tidak terpuji itu yang akibatnya merugikan diri sendiri.

Tipe lain, ada orang yang membangakan diri bahwa dia anak pulan, keluarga pulan.….apalah artinya kalau sekiranya orang menghormatinya atau segan kepadanya hanya karena dia anak si pulan, keluarga sipulan, menantu sipulan dan murid sipulan. Bukan karena pribadi sendiri. Inilah yang dinamakan oleh orang benalu, yang hidup bukan dari pohon sendiri akan tetapi hidup diatas pohon yang lain. Apabila pohon mati maka benalu juga akan mati. Dalam pepatah Arab disebutkan:


ليس الفتى من قال كان أبي # ولكن فتى من قال هذا أنا

Bukanlah seorang pemuda yang mengatakan “dulu bapak saya begini dan begitu”, akan tetapi seorang pemuda adalah barang siapa yang mengatakan inilah saya.

Rasa sombong dan membangakan diri merupakan penyakit yang harus disembuhkan, kalau tidak akan memberi dampak yang negatif kepada penderita penyakit tersebut. Untuk menghilang penyakit sombong dalam diri cobalah sekali-sekali mencuci piring didapur setelah program usai, bersihkan dan rapikan tempat-tempat yang telah digunakan, jangan sekali-kali punya pikiran “nyuci piringkan bukan pekerjaan saya”, justru dengan berkata demikian akan ada rasa sombong dalam diri. Rasulallah Sallalahu Alaihi Wassalam pernah mencontohkan kepada para sahabatnya. Ketika sedang beristirahat dalam satu perjalanan yang melelahkan. Rasulallah Sallalahu Alaihi Wassalam membagi para sahabat untuk menyiapkan makanan, tapi sebelum itu Nabi Sallalahu Alaihi Wassalam menawarkan kepada sahabat: “siapa yang mencari air, saya kata salah seorang sahabat. Lalu siapa yang menyiapkan alat2 masak? saya kata sahabat yang lain. Setelah semuanya mendapat pekerjaan lalu Rasulallah Sallalahu Alaihi Wassalam berkata “saya sendiri akan mengumpulkan kayu bakarnya. Inilah contoh pribadi yang baik dan jauh dari kesombongan. Kalaulah orang lain yang berada diposisi Nabi ketika itu niscaya orang tersebut hanya mengatur dan tidak berbuat apa-apa.

Dan yang kedua untuk mengikis rasa kesombongan dalam diri adalah dengan cara merendah diri, jadilah seperti bintang-gemintang yang berkilau apabila dipandang orang. Janganlah seperti asap yang mengangkat diri tinggi di langit padahal dirinya rendah-hina.

Sifat mengalah, toleransi, saling hormat menghormati – walaupun bukan dari kelompok sendiri, pintar mengasuh dan bergaul dengan siapa saja – selagi menjaga batas-batas yang wajar – adalah diantara beberapa sifat pribadi yang baik untuk dilestarikan dalam kehidupan kita sehari-hari karena kepribadian yang baik itu adalah mahal harganya dan tidak semua orang memilikinya. Begitu juga dalam menilai orang lain, kita tidak cukup hanya melihat dari segi zahirnya saja akan tetapi lihatlah dari seluruh aspek agar kita tidak salah. Makanya indah sekali perumpamaan yang diberikan oleh Buya Hamka – dalam salah satu tulisanya:

“Dua puluh ekor kerbau pedati yang sama-sama gemuknya, sama kuatnya, sama pula pandainya menghela pedatinya, tentu harganya pun tidak jauh beda antara satu sama lain. Tetapi duapuluh orang manusia yang sama tingginya, sama kuatnya, belum tentu sama “harganya”. Sebab bagi kerbau tubuhnya yang berharga. Bagi manusia pribadinya”.

Beruntunglah orang-orang yang menitik beratkan dan mengambil perhatian terhadap dirinya untuk membangun pribadi-pribadi yang baik ditengah zaman yang lebih mementingkan kecantikan luar daripada kecantikan pribadi. Wallahu Alam Bhisowab.

No comments:

Your Comment