Monday

Indahnya Memilih Dengan Allah SWT

Ada sebuah anekdot yang menarik dari nostalgia abang-abang terdahulu, yang punya niat meminang seseorang dan sudah merasa cocok. Atas nasehat beberapa teman, beliau dinasehatkan agar terlebih dahulu melakukan istiharah (baca: berdoa atau solat sunnah Istiharah) dan tidak usah terburu-buru dalam melangkah. Mohon dulu dengan Allah SWT, Insya Allah hasilnya nanti betul-betul maksimal dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wataala. Dengan agak berseloroh abang ini menjawab: “Ngak usah istiharah-istiharahan, kelamaan, saya takut nanti kalau diistiharohin yang datang dalam mimpi saya malah orang lain, dan saya ngak mau orang lain, saya maunya si-dia itu. he he he
#######
Hidup adalah memilih. Manusia manapun setiap saat harus memilih. Kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, ia harus berhadapan dengan pilihan-pilihan. Mulai dari pilihan kecil seperti memilih tempat duduk ketika naik kendaraan, makanan (misal: suka yang pedas-pedas), minuman (misal: suka Jus pisang), club sepak bola dan sampai pilihan-pilihan besar seperti memilih pasangan hidup, tempat kuliah, partai, pemimpin dan sebagainya. Dan setiap pilihan itu pasti memiliki dampak serta konsekuensi yang berbeda.

Kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan dua pilihan yang menurut kita kedua-duanya sama-sama penting. Sebenarnya disinilah kita harus bijak dalam mengambil keputusan, hal mana yang harus didahulukan dan hal mana yang harus dikemudiankan. Kalau meminjam bahasanya Bang Hendri Tanjung dalam Managemen Wakatunya “Ada hal yang penting dan yang tidak penting. Hal yang penting harus dikerjakan sekarang dan yang tidak penting ditunda dulu”. (Lihat: Managemen Waktu, Oleh: Hendri Tanjung dan Nur Rohim Yunus, 2007). Menentukan pilihan yang tepat adalah sangat penting karena pilihan yang baik dan benar akan membawa kepada kebaikan dan kebenaran. Sebaliknya pilihan yang buruk dan salah pasti akan melahirkan kejelekan dan kesesatan.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sa'ad bin Abi Waqqash: Rasulullah Shalallahu Aalaihi Wassallam bersabda: "Di antara kebahagiaan manusia adalah menentukan pilihannya dengan Allah dan diantara kebahagiaan manusia adalah keridhoanya pada apa yang Allah tentukan. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah ia meninggalkan Allah dalam pilihannya. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah kemarahaannya pada apa yang Allah tetapkan atas dirinya" (HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Hal: 3/377 hadis No: 1367).

Hadits ini ingin menuntun setiap mu’min tentang bagaimana menentukan pilihan yang baik dan benar agar membawa kebahagiaan. Hadits ini juga memberi peringatan untuk tidak keliru memilih agar terhindar dari kesengsaraan.

Rasulullah SAW memberi dua ciri tentang manusia yang bahagia. Pertama: Orang yang menentukan segala pilihannya berdasarkan pilihan Allah SWT. Artinya, ia menjadikan tuntunan dan syariat Allah sebagai pertimbangan utama dalam memilih segala urusan hidupnya, bukan menggunakan pertimbangan hawa nafsu, materi dan keinginan-keinginan duniawi lainya (QS. 33:71). Kedua: Orang yang ridho dengan ketentuan dan pilihan Allah SWT, Ia menerima ketentuan itu tanpa banyak mengeluh dan menggerutu.

Sebaliknya, Rasulullah SAW juga memberi dua ciri bagi orang yang sengsara. Pertama: Orang yang meninggalkan Allah SWT dalam menentukan segala pilihannya. Artinya, dalam setiap urusan hidupnya ia tidak menggunakan pertimbangan dari Allah SWT berupa tuntunan dan syariat-Nya. Ketika menentukan pilihan, ia tidak mau mengacu dan berpatokan pada nilai yang sudah digariskan Islam, melainkan menggunakan panduan dan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Islam. Kedua: Orang yang marah dan menolak apa yang telah Allah tentukan untuknya. Ia kesal dan memprotes takdir. Ia tidak terima dengan apa yang terjadi dalam hidupnya.

Mengapa orang yang menentukan pilihan hidupnya berdasarkan pertimbangan ilahiyyah dijamin akan bahagia? Karena, ketentuan yang dibuat Allah untuk manusia pasti berangkat dari ke-Mahatahuan-Nya dan ke-Mahapenyayangan-Nya. Ketentuan yang tertuang dalam dien dan syariat serta tertanam dalam fitrah manusia itu bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Maka barang siapa yang melanggar dan meninggalkannya pasti akan sengsara, karena menolak sesuatu yang bertentangan dengan dirinya.

Di samping itu, karena Allah yang menciptakan dan memiliki manusia dan kehidupan ini, maka sudah barang tentu Allah jua yang paling tahu dan paling berhak menentukan apa yang terbaik buat manusia. Maka sudah sepantasnya manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah SWT dengan mengikuti segala aturannya, termasuk aturan dalam menentukan pilihan. Jika tidak begitu, ia akan mengambil pilihan itu berdasarkan tuntunan nafsu.

Mengapa pula orang yang ridho pada apa yang Allah putuskan akan bahagia, sementara orang yang marah terhadap keputusan itu akan sengsara? Orang yang menerima keputusan Allah dengan lapang dada tidak akan merasa terbebani oleh masalah berkepanjangan yang berasal dari tuntutan dan keinginan yang tidak terwujud. Ia menerima yang terjadi apa adanya. Yang penting ia sudah berusaha optimal. Wajar bila hatinya merasa tenang dan tenteram.

Tapi sebaliknya, orang yang tidak menerima keputusan Allah, ia akan disiksa oleh angan-angannya yang belum terwujud. Wajar kalau ia terserang depresi dan stres, dua gejala yang sebenarnya merupakan dampak ketidakrelaan seseorang terhadap keputusan Allah SWT.

Oleh itu, mari kita memilih dengan Allah SWT dalam segala permasalahan hidup, sesungguhnya memilih dengan Allah itu Indah. Dia-lah yang Maha Mengetahui yang terbaik dan pas untuk kita, dan jangan sampai menyesal dengan pilihan Allah SWT yang akhirnya membawa kesengsaraan kepada diri kita sendiri. "Yaa Ilahi Antal maqshudi wa ridhaka mathlubi". Ya Allah bertemu dengan Mu adalah tujuan akhirku dan hanya dengan keredhaan Mu-lah aku mengharap....Wallahu ‘Alam Bishowab.


Friday

Keajaiban Manusia


Ketika lahir di azani tanpa sholat dan ketika mati di sholati tanpa azan.

Ketika lahir tidak tahu apa yang menyebabkan kamu keluar dari perut ibumu …. Dan ketika mati pun tidak tahu siapa yang membawamu ke kubur.

Ketika lahir di bersihkan dan dimandikan .. dan ketika mati pun di bersihkan dan dimandikan.

Ketika lahir kedua orang tua dan sanak saudara bergembira… dan ketika meninggal mereka juga menangisi mu..

Wahai anak Adam, kamu diciptakan dari tanah dan ketika mati pun kembali ke dalam tanah.

Ketika dalam perut ibu mu, dalam keadaan gelap dan sempit dan ketika mati pun di kubur dalam keadaaan gelap dan sempit.

Ketika lahir kamu dibalut dengan secarik kain, dan ketika mati kamu juga di balut dengan secarik kain.

Ketika hidup di dunia ini banyak orang yang bertanya tentang title, prestasi dan keadaaan kamu..... tapi setelah mati kamu tidak ditanya itu lagi, kecuali malaikat akan bertanya tentang amalan-amalan kamu yang baik ketika di dunia dulu… adakah kamu telah menyiapkan untuk itu ?

Mumpung masih diberi kesempatan.... berbuat baiklah dengan sebanyak-banyaknya...

Wednesday

Aku di Depan Kuburan !!!

Kembali dikeheningan malam, ku mengenang masa-masa itu. Masa di mana ku berdiri di depan kuburan-kuburan bisu. Merangkai kata untuk mengajak muhasabah diri. Di depan kuburan ini ku berdiri menatap petakan-petakan tanah dari si fulan bin fulan. Apakah yang berlaku baginya di alam sana. Adakah suka ? ataukah duka ?

Setelah isya itu, kembali ku tatapi kuburan-kuburan itu. Masih tetap bisu penuh misteri. Kadang, aku menangis di kesendirian di tengah kebisuan menatapi kuburan-kuburan itu. Berakhirlah segalanya, Tinggallah jasad yang kaku dan menanti hari perhitungan itu.

Kembali di sore yang sepi itu, ku perhatikan kuburan-kuburan itu satu persatu. Semuanya sama, padahal si fulan sewaktu hidup di dunia ini, Ia begitu di banggakan, dengan segala kekayaan yang ia miliki. Aku juga melihat kuburan si fulan yang lain, yang ketika di dunia dulu begitu sederhana dengan kondisi hidupnya yang serba kekurangan. Tapi, Kembali ku tatapi kuburan-kuburan itu, tak ada beda dari keduanya, mereka di tanah yang sama, serta ukuran yang sama.

Lalu, sebenarnya apa yang membuat manusia-manusia hidup di dunia ini begitu angkuh dan sombong antar sesama dan bahkan ada yang tidak menghambakan diri kepada Rabbnya ?

Dan di malam itu, tepat di depan kuburan-kuburan itu, ku benamkan diri, Dengan penuh harap dan takut. Akankah aku mampu melaluinya ? Di mana hari-hari kulalui dengan penuh tawa dan canda Serta amalan-amalan yang telah ku perbuat ?

Kini ku hanya mampu berharap agar amalan-amalan ku diterima oleh Allah, karena amalan-amalan yang baiklah yang akan menemani ku nanti di alam sana. sudah tidak ada artinya lagi segala yang ku miliki didunia ini ketika mati nanti kecuali amalan-amalan yang baik disisi Allah SWT. Karena ku yakin, akupun akan memiliki petakan-petakan itu, Entah di bagian mana dari bumi ini. Harapku ya Rabb...

Friday

Rekonstruksi Peradaban Islam


Pendahuluan

Kehidupan umat Islam terus bergerak melalui waktu yang berubah dan berganti. Bagaikan roda yang selalu berputar, kadang berada diatas dan kadang berada dibawah. Mungkin, roda kesusahan, di obok-obok, kesempitan dan terjepit sedang berada dibawah, sehingga sebagai generasi umat Islam sekarang ini kita merasa susah untuk menjadi orang Islam, dicurigai, diintemidasi, dimata-matai dll(1). Keadaan umat lagi sedang ditimpa kelemahan setelah mencapai kekuatan yang ampuh sebelumnya.

Mungkin anda sempat bertanya, kenapa keadaan yang menyedihkan itu bisa terjadi? Jawabanya singkat saja, karena ajaran Islam yang mereka percayai tidak memberi pengaruh apa-apa terhadap jiwa, pola fikir dan juga tidak membimbing akhlaq serta prilaku.

Dalam sebuah hadith Rasulallah SAW pernah membicarakan tentang kelemahan umat ini, sehingga tidak lagi memiliki kekuatan yang dapat mengetarkan musuh sedikit pun.

Rasulallah SAW bersabda: “Umat-umat lain akan memperebutkan kamu sebagaimana makanan di piring diperebutkan orang. Para sahabat bertanya: apakah karena sedikitnya jumlah umat Islam pada ketika itu, wahai Rasulallah?, Rasulallah menjawab: tidak. Ketika itu banyak, akan tetapi kamu bagikan buih di lautan dan Allah menghilangkan dari dada musuh kamu rasa gentar terhadap kalian, serta menanamkan didalam dada kamu wahn. Para sahabat bertanya: apakah wahn itu? Baginda menjawab: cinta dunia dan takut mati”.

Hadist diatas telah menjadi fakta dan realita terhadap umat Islam hari ini, musuh Islam sudah tidak takut dan gentar lari untuk mencaplok negara-negara Islam. Hal ini harus diakui dengan jujur bahwa sekarang umat Islam dalam keadaan lemah.

Dalam tulisan singkat ini, penulis akan memaparkan sumber kekuatan yang mungkin lagi dilupakan oleh umat Islam. Dan tentunya bukan merupakan hal yang baru untuk diketahui. Namun, penulis yakin kalau hal ini benar-benar diresapi dan diamalkan oleh umat Islam maka tidak mustahil peradaban Islam akan kembali tegak dimuka bumi ini.

Pada awalnya, judul yang direkomendasikan oleh tim redaksi kepada penulis adalah Islam dan peradaban: tinjauan historis. Namun penulis merasa kurang sreg dengan judul tersebut yang membicarakan penemuan-penemuan yang telah dicapai oleh para pendahulu kita dalam membangun peradaban Islam. Bukannya apa-apa, penulis takut dengan pemaparan-pemaparan historis yang dicapai oleh orang-orang terdahulu akan dianggap sebagai ber-nostalgia dan ber-romantisme dengan sejarah serta terlalu bangga dengan pencapaian-pencapain yang telah diperoleh, namun tidak ada tindakan yang kongkrit sebagai generasi penerus.

Tulisan dibawah ini hanya merupakan gagasan dari pemikiran penulis belaka, bukan bermaksud mengurui, karena kebenaran itu hanya datang dari Allah SWT, maka apabila ada kebenaran dalam tulisan ini maka itu mutlak milik Allah SWT, dan jika ada kesalahan dan kebodohan maka itu 100% dari kebodohan penulis.


Unsur Terpenting Sebelum Membangun Peradaban Islam

Untuk membangun sebuah peradaban yang kuat dan kokoh tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba atau dengan simsalabim. Sejarah telah membuktikan bahwa berbagai macam bangsa di dunia ini mencapai kejayaan dan kekuatan setelah mengalamai perubahan jiwa dan pola berfikir. Mereka yang semulanya pasif menjadi aktif, yang tidur manjadi bangun, yang putus asa menjadi bersemangat serta mempunyai kemauan keras untuk berkerja. Mereka yang pada awalnya merupakan bangsa yang tidak punya apa-apa menjadi bangsa yang berprestasi setelah mengalami perubahan jiwa dan pola fikir.

Perubahan jiwa dan pola fikir merupakan hal yang esensial dalam falsafah kehidupan umat manusia. Dan sekiranya sebuah perubahan yang tidak di barengi dengan perubahan jiwa dan pola fikir maka hanya bagaikan suara teriakan di tengah padang pasir, hilang lenyap ditelan udara.

Pengaruh perubahan jiwa dan pola fikir sangat menakjubkan. Peristiwa sejarah cukup banyak menjadi bukti dalam hal ini. Sebagai contoh: para pakar sejarah sangat kagum dengan perubahan besar yang dialami oleh bangsa Arab setelah mereka menerima Islam sebagai cara hidup. Pada awalnya mereka merupakan suku bangsa yang berpecah belah, yang akhirnya berubah menjadi bangsa yang bersatu. Lemah menjadi kuat. Pengembala ternak menjadi pemimpin-pemimpin bangsa dan membentuk peradaban baru.

Begitu sunnatullah dalam kehidupan ini, seperti ditegaskan dalam Al-quran dengan kalimat yang singkat dan padat: “sesungguhnya allah tidak akan merubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka merubah (keadaan mereka) sendiri”. (QS. Arra’ad: 11).

Dari ayat diatas dapat di pahami bahwa untuk membagun sebuah peradaban yang besar harus dimulai dari unsur terkecil dalam kehidupan masyarakat yaitu membangun ‘pribadi-pribadi’ yang tangguh dan kuat untuk mengemban amanah peradaban. Menurut penulis, Pribadi-pribadi tadi harus memperhatikan unsur-unsur dibawah ini, dan tanpa memperhatikannya dengan serius maka akan menjadi sia-sia. Unsur tersebut adalah:

Pertama: Sebagi orang muslim harus bangga menjadi orang Islam, dengan Islamlah seseorang akan mendapat kemuliaan yang hakiki (Ali Imran: 19). Manalah mungkin sebuah peradaban Islam akan tegak kembali sekiranya pribadi-pribadi yang di amanahkan untuk mengembanya tidak merasa memiliki. Yang lebih penting dari pada itu adalah mencoba untuk memahami agama ini dengan sebenar-benarnya serta mengamalkan ajaran itu serta mendakwakannya kepada umat manusia.

Kedua: Membangun peradaban tidak cukup hanya dengan ilmu pengetahuan saja, akan tetapi harus dibarangi dengan akidah yang betul, akhlak yang santun dan ibadah yang baik. Karena tidak ada peradaban tanpa agama, karena peradaban yang rusak akan menjadikan rusaknya masyarakat. Unsur-unsur keadilan, kerjasama, tasamuh (toleransi), tidak otoriter, hormat menghormati merupakan akhlak dalam kehidupan bermasyarkat yang harus didahulukan, tentunya selagi permasalahan yang dihadapi bukan dalam masalah prinsip maka unsur akhlaq dalam bermuamalah harus didahulukan, Rasulallah pernah bersabada: “orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang baik akhlaqnya” (HR. Tarmizi).

Ketiga: Peradaban Islam akan tegak kembali sekiranya para ummatnya mengikuti ajaran Islam dan beriltizam untuk menjalankannya. Seperti yang diungkapkan oleh Umar bin Khattab RA: “sesungguhnya kita – orang arab – adalah seburuk-buruk umat manusia, sehingga Allah memuliakan kita dengan Islam. Kalau kita meninggalkan kemuliaan ini dan memberi kepada orang lain, maka Allah akan menghina kita kembali”. Allah berfirman: “maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepada kamu. Sesungguhnya kamu berada diatas jalan yang lurus” (QS. Az-zurkhruf: 43).

Mungkin anda akan bertanya lagi, definisi dari peradaban adalah: hasil-hasil atau usaha-usaha besar yang telah dilakukan oleh bangsa tertentu (dalam semua sisi kehidupan) untuk kepentingan orang banyak. Seperti perkembangan dan kemajuan dalam bidang pendidikan, teknologi, politik, ekonomi, undang-undang, filsafat dll.

Memang benar bahwa definisi peradaban seperti itu, cuma yang menjadi permaslahan sekarang adalah orang-orang lupa terhadap unsur yang sangat penting yang membawa lahirnya definisi tersebut. Tentunya definisi diatas tidak lahir begitu saja, ianya lahir setelah terlebih dahulu menjalankan sebuah proses yang panjang yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu yang berkerja keras untuk membangun peradaban tersebut. Makanya penulis mengetengahkan tiga unsur diatas. Menurut hemat penulis, tiga unsur tersebut juga menjadi kunci keberhasilan para nabi-nabi terdahulu dalam membangun sebuah peradaban.

Pada intinya untuk mengembalikan kekuatan umat Islam serta membangun kembali peradaban baru, semuanya tergantung dengan individu masing-masing. Katakan kepada diri masing-masing “saya” lah orang yang akan memulai. Dan “saya” harus menjadi orang yang dapat menyelesaikan permasalahan umat ini dan bukan orang yang selalu membuat masalah dalam tubuh umat.

Hal ini bisa dilakukan dengan selalu membiasakan untuk selalu mengitrospek diri dengan mempelajari sisi-sisi kekuatan sebuah peradaban dan meninggalkan sisi-sisi yang melemahkannya. setiap individu juga harus berfikir dan memberi konstribusi kearah pembangunan peradaban dengan bayak berbuat baik serta menyebar kasih sayang sesama umat manusia.

Sesungguhnya peradaban Islam yang kita rasakan sekarang ini terjadi setelah perubahan yang terjadi di tanah Arab. Perubahan itu terjadi dalam waktu yang sangat singkat. Bukan berpuluh-puluh tahun, atau berpuluh-puluh abad, akan tetapi hanya dalam kurun waktu yang tidak lebih dari dua puluh tahun. Peristiwa hebat ini terjadi karena pengaruh ajaran Islam yang ditanamkan oleh Rasulallah kedalam jiwa para sahabat. Mereka berubah dari zaman jahiliyah ke zaman terang benderang.

Penutup

Merubah jiwa dan pola fikir bukanlah suatu hal yang sangat mudah dan ringan untuk dilakukan, tetapi sebaliknya ianya merupakan hal yang berat dan sulit. Sebab manusia merupakan makhluk yang dalam dirinya bertemu dan berbaur dengan bermacam-macam sifat dan keadaan yang berbeda-beda. Membentuk manusia yang mau bersusah payah untuk memperbaiki yang rusak, mau berkorban untuk mengajak dan menyeru manusia untuk melakukan kebaikan, mencegah kemungkaran dan rela berkorban jiwa, raga dan harta dijalan kebenaran sungguh merupakan pekerjaan yang tidak mudah untuk dicapai.

Maka dari itu harus ada orang yang berani mengatakan “saya” lah yang harus memulai. Tentunya tidak hanya berani mengatakan saja, akan tetapi harus siap dengan segala konsekwensi yang dihasilkan dari sikap tersebut. Diharapkan pada giliranya nanti dari pribadi-pribadi tadi akan lahir sebuah masyarakat yang terdiri dari individu-individu yang mempunyai ikatan yang kuat dan saling tolong menolong kearah kebaikan dan ketakwaaan kepada Allah SWT. Seperti yang telah dilakukan oleh para pendahulu kita [salafusoleh].

Terakhir yang perlu untuk diingat bahwa bendera peradaban tidak akan berkibar sekiranya umat Islam tidak mampu merubah jiwa dan pola fikir mereka kearah yang positif dan kearah sesuatu yang diridhai oleh Allah SWT. Wallahu ‘alam bishowab.
------------------------------
(1) Ada buku bagus yang perlu anda baca karya James Yee “For Country and For God”. Dalam buku ini mengisahkan tentang bagaimana seorang ulamak militer Amerika (James Yee) yang beragama Islam di berlakukan dengan tidak sewajarnya sebagai rakyat Amerika. Beliau di intimidasi, di mata-matai, di penjara dan dicurigai. Menurut pengakuan James Yee - dalam buku ini-, hal ini dilakukan oleh Petinggi Jenderal Amerika karena beliau adalah seorang muslim.

Wednesday

Istiqamah dan Konsisten dalam Beramal


A. Definisi

Istiqâmah adalah berarti berdiri tegak di suatu tempat tanpa pernah bergeser, karena akar kata Istiqâmah dari kata “qaama” yang berarti berdiri. Maka secara etimologi, Istiqâmah berarti tegak lurus. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, Istiqâmah diartikan sebagai sikap teguh pendirian dan selalu konsekuen.

Secara terminologi, Istiqâmah bisa diartikan dengan beberapa pengertian berikut ini;
1. Abu Bakar As-Shiddiq ra ketika ditanya tentang Istiqâmah ia menjawab bahwa Istiqâmah adalah kemurnian tauhid (tidak boleh menyekutukan Allah dengan apa dan siapa pun).
2. Umar bin Khattab ra berkata, “Istiqâmah adalah komitmen terhadap perintah dan larangan dan tidak boleh menipu”.
3. Utsman bin Affan ra berkata, “Istiqâmah adalah mengikhlaskan amal kepada Allah Taala”.
4. Ali bin Abu Thalib ra berkata, “Istiqâmah adalah melaksanakan kewajiban-kewajiban”.
5. Mujahid berkata, “Istiqâmah adalah komitmen terhadap syahadat tauhid sampai bertemu dengan Allah Taala”.
6. Ibnu Taimiyah berkata, “Mereka berIstiqâmah dalam mencintai dan beribadah kepada-Nya tanpa menoleh kiri kanan”.

Jadi muslim yang berIstiqâmah adalah muslim yang selalu mempertahankan keimanan dan akidahnya dalam situasi dan kondisi apapun. Ia bak batu karang yang tegar menghadapi gempuran ombak-ombak yang datang silih berganti. Ia tidak mudah loyo dalam menjalankan perintah agama. Ia senantiasa sabar dalam menghadapi seluruh godaan. Itulah manusia muslim yang sesungguhnya, selalu Istiqâmah dalam sepanjang jalan.

B. Bentuk-bentuk Istiqâmah
Istiqâmah dalam Aqidah
وأن هذا صراطي مستقيما فاتبعوه ولا تتبعوا السبل فتقرّق بكم عن سبيله، ذالكم وصّاكم به لعلكم تتقون
“dan bahwa (yang kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa”. (QS Al-An’am: 153).

Istiqâmah dalam Syar’iah
ثم جعلناك على شريعة من الأمر فاتبعها ولا تتبع أهواء الذين لا يعلمون
“Kemudian kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu, maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui”.(QS Al-Jaatsiyah: 18)

Istiqâmah dalam Perjuangan
فلعلك تارك بعض ما يوحى إليك وضائق به صدرك أن يقولوا لو لا أنزل عليه كنز أو جاء معه ملك, إنما أنت نزير, والله على كل شيء وكيل.
“Maka boleh jadi kamu hendak meniggalkan sebagian dari apa yang diwahyukan kepadamu dan sempit karenanya dadamu, karea khawatir bahwa mereka akan mengatakan: mengapa tidak diturunkan kepadanya perbendaharaan (kekayaan) atau datnag bersama-sama dengan dia seorang malaikat? Sesungguhnya kamu hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu” (QS Huud: 12).

C. Dalil-Dalil Dan Dasar Istiqâmah

Dalam Alquran dan Sunnah Rasulullah saw banyak sekali ayat dan hadits yang berkaitan dengan masalah Istiqâmah di antaranya adalah;
فاستقم كما أمرت ومن تاب معك ولا تطغوا إنه بما تعملون
“Maka tetaplah (Istiqâmahlah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan” (QS 11:112).
Ayat ini mengisyaratkan kepada kita bahwa Rasulullah dan orang-orang yang bertaubat bersamanya harus beristiqomah sebagaimana yang telah diperintahkan.
إن الذين قالوا ربنا الله ثم استقاموا فلا خوف عليهم ولا هم يحونون أولئك أصحاب الجنة خالدين فيها جزاء بما كانوا يعملون.
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah", kemudian mereka tetap Istiqâmah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan" (QS 46:13-14).

Ayat dan hadits di atas menggambarkan urgensi Istiqâmah setelah beriman dan pahala besar yang dijanjikan Allah SWT seperti hilangnya rasa takut, sirnanya kesedihan dan surga bagi hamba-hamba Allah yang senantiasa memperjuangkan nilai-nilai keimanan dalam setiap kondisi atau situasi apapun. Hal ini juga dikuatkan beberapa hadits nabi di bawah ini;
عَنْ سُفْيَانَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الثَّقَفِيِّ قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قُلْ لِي فِي الْإِسْلَامِ قَوْلًا لَا أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدًا بَعْدَكَ وَفِي حَدِيثِ أَبِي أُسَامَةَ غَيْرَكَ قَالَ قُلْ آمَنْتُ بِاللَّهِ فَاسْتَقِمْ )رواه مسلم(
“Aku berkata, “Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku satu perkataan dalam Islam yang aku tidak akan bertanya kepada seorang pun selain engkau. Beliau bersabda, “Katakanlah, “Aku beriman kepada Allah, kemudian berIstiqâmahlah (jangan menyimpang).” (HR Muslim dari Sufyan bin Abdullah)

D. Faktor-Faktor Yang Melahirkan Istiqâmah

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah (691 - 751 H) dalam kitabnya “Madaarijus Salikiin” menjelaskan bahwa ada enam faktor yang mampu melahirkan istiqomah dalam jiwa seseorang sebagaimana berikut;
1. Beramal dan melakukan optimalisasi
وَجَاهِدُوا فِي اللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ اجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ الْمُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا لِيَكُونَ الرَّسُولُ شَهِيدًا عَلَيْكُمْ وَتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ فَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَاةَ وَاعْتَصِمُوا بِاللَّهِ هُوَ مَوْلَاكُمْ فَنِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيرُ
“Dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang muslim dari dahulu dan (begitu pula) dalam (Al Qur'an) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, maka Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong” (QS 22:78).

2. Berlaku moderat antara tindakan melampui batas dan menyia-nyiakan

وَالَّذِينَ إِذَا أَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا
“Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian” (QS 25:67).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِكُلِّ عَمَلٍ شِرَّةٌ وَلِكُلِّ شِرَّةٍ فَتْرَةٌ فَمَنْ كَانَتْ فَتْرَتُهُ إِلَى سُنَّتِي فَقَدْ أَفْلَحَ وَمَنْ كَانَتْ إِلَى غَيْرِ ذَلِكَ فَقَدْ هَلَكَ
Dari Abdullah bin Amru, ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda, “Setiap amal memiliki puncaknya dan setiap puncak pasti mengalami kefuturan (keloyoan). Maka barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada sunnahku, maka ia beruntung dan barang siapa yang pada masa futurnya (kembali) kepada selain itu, maka berarti ia telah celaka”(HR Imam Ahmad dari sahabat Anshar)

3. Tidak melampui batas yang telah digariskan ilmu pengetahuannya
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan dimintai pertanggung jawaban” (QS 17:36).

4. Tidak menyandarkan pada faktor kontemporal, melainkan bersandar pada sesuatu yang jelas.

5. Ikhlas
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh, melainkan supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus” (QS 98:5).

6. Mengikuti Sunnah
قال النبي صلى الله عليه وسلم: تركت فيكم أمرين لن تضلوا ما تمسكتم بهما كتاب الله وسنة نبيه.
“Telah aku tinggalkan bagi kamu dua perkara, kamu tidak akan sesat selamanya selagi berpegang tegung dengannya yaitu Al-Qur’an dan sunnah para nabinya”(HR Imam Malik dalam Muatta’).

E. Dampak Positif Istiqomah

Manusia muslim yang beristiqomah dan yang selalu berkomitmen dengan nilai-nilai kebenaran Islam dalam seluruh aspek hidupnya akan merasakan dampaknya yang positif sepanjang hidupnya. Adapun dampak positif istiqomah sebagai berikut;

1. Keberanian (Syaja’ah)
Muslim yang selalu istiqomah dalam hidupnya ia akan memiliki keberanian yang luar biasa. Ia tidak akan gentar menghadapi segala rintangan dalam kehidupanya. Ia tidak akan pernah menjadi seorang pengecut dan pengkhianat dalam hutan belantara perjuangan. Selain itu juga berbeda dengan orang yang di dalam hatinya ada penyakit nifaq yang senantiasa menimbulkan kegamangan dalam melangkah dan kekuatiran serta ketakutan dalam menghadapi rintangan-rintangan. Perhatikan firman Allah Taala dalam surat Al-Maidah ayat 52 di bawah ini;
فَتَرَى الَّذِينَ فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ يُسَارِعُونَ فِيهِمْ يَقُولُونَ نَخْشَى أَنْ تُصِيبَنَا دَائِرَةٌ فَعَسَى اللَّهُ أَنْ يَأْتِيَ بِالْفَتْحِ أَوْ أَمْرٍ مِنْ عِنْدِهِ فَيُصْبِحُوا عَلَى مَا أَسَرُّوا فِي أَنْفُسِهِمْ نَادِمِينَ
“Maka kamu akan melihat orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya (orang-orang munafik) bersegera mendekati mereka (Yahudi dan Nasrani), seraya berkata, “Kami takut akan mendapat bencana". Mudah-mudahan Allah akan mendatangkan kemenangan (kepada Rasul-Nya), atau sesuatu keputusan dari sisi-Nya. Maka karena itu, mereka menjadi menyesal terhadap apa yang mereka rahasiakan dalam diri mereka.”

2. Ithmi’nan (ketenangan)
Keimanan seorang muslim yang telah sampai pada tangga kesempurnaan akan melahirkan tsabat dan istiqomah dalam medan perjuangan. Tsabat dan istiqomah sendiri akan melahirkan ketenangan, kedamaian dan kebahagian. Meskipun ia melalui rintangan yang panjang, melewati jalan terjal kehidupan dan menapak tilas lika-liku belantara hutan perjuangan. Karena ia yakin bahwa inilah jalan yang pernah ditempuh oleh hamba-hamba Allah yang agung yaitu para Nabi, Rasul, generasi terbaik setelahnya dan generasi yang bertekad membawa obor estafet dakwahnya.
الَّذِينَ ءَامَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُمْ بِذِكْرِ اللَّهِ أَلَا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allahlah hati menjadi tenteram” (QS 13:28).

3. Tafa’ul (optimis)
KeIstiqâmahan yang dimiliki seorang muslim juga melahirkan sikap optimis. Ia jauh dari sikap pesimis dalam menjalani dan mengarungi lautan kehidupan. Ia senantiasa tidak pernah merasa lelah dan gelisah yang akhirnya melahirkan frustasi dalam menjalani kehidupannya. Keloyoan yang mencoba mengusik jiwa, kegalauan yang ingin mencabik jiwa mutmainnahnya dan kegelisahan yang menghantui benaknya akan terobati dengan keyakinannya kepada kehendak dan putusan-putusan ilahiah. Hal ini sebagaimana yang diisyaratkan oleh beberapa ayat di bawah ini;
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ لِكَيْلا تَأْسَوْا عَلَى مَا فَاتَكُمْ وَلا تَفْرَحُوا بِمَا آتَاكُمْ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ كُلَّ مُخْتَالٍ فَخُورٍ) (سورة الحديد:22-23)
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berdukacita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS 57:22-23)
يَابَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ (سورة يوسف:87)
“Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir" (QS 12: 87).
قَالَ وَمَنْ يَقْنَطُ مِنْ رَحْمَةِ رَبِّهِ إِلَّا الضَّالُّونَ (الحجر:56)
Ibrahim berkata, “Tidak ada orang yang berputus asa dari rahmat Tuhan-nya, kecuali orang-orang yang sesat" (QS 15:56).

Maka dengan tiga buah Istiqâmah ini, seorang muslim akan selalu mendapatkan kemenangan dan merasakan kebahagiaan, baik yang ada di dunia maupun yang dijanjikan nanti di akherat kelak. Perhatikan ayat di bawah ini;
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ نَحْنُ أَوْلِيَاؤُكُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَشْتَهِي أَنْفُسُكُمْ وَلَكُمْ فِيهَا مَا تَدَّعُونَ نُزُلًا مِنْ غَفُورٍ رَحِيمٍ (سورة فصلت30-32 )
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, “Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan, “Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu. Kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS 41:30-32).

Your Comment