Friday

Gurindam


Seseorang yang tajam pemikirannya, luas pengalaman dan senantiasa berpijak pada kenyataan, sangat menyadari bahwa tidak ada gunanya perkataan jika tidak disertakan dengan berbuatan dan tidak ada gunanya kepintaran jika tidak disertai dengan budi.

Ahli-ahli filsafat seringkali mengingatkan, tidak ada gunanya kepintaran jika tidak disertakan dengan budi. Juga, tidak ada gunanya kejujuran kalau tidak sangup memegang janji dan tidak gunanya negeri yang makmur kalau hati rakyatnya penuh dengan kekecewaan.

Para cendikiawan juga berkata, setiap insan yang hidup akan bahagia jika ia tidak mengerti betapa kehidupan harus memberi manfaat kepada rohani, jasmani, dan kepada masyarakat (khairunnas ‘anfa ‘uhum linnas). Hidup yang berkah adalah hidup yang diridhoi oleh Allah.

Ungkapan Al-Quran, hadits Nabi dan ahli pemikir Islam juga banyak menekankan hakikat orang mukmin adalah saudara orang mukmin, hormat menghormati dan saling menghargai antara satu dengan yang lain.

Kita juga sering mendengar pepatah Melayu kuno, mufakat adat duduk berdekatan, dekat rumah dekat kampung, boleh pinta meminta, sakit pening jenguk menjenguk, seperigi sepermandian, sehalaman sepermainan, tanahnya datar airnya jernih, mufakatnya membawa esa.

Tapi aneh! Kata-kata hikmah dan pepatah yang sering disebut-sebut dan dimegah-megahkan itu amat sukar menjadi kenyataan. Realita ini sangat jelas sekali dikalangan manusia yang mengaku paling halus bahasa dan paling unggul budi dan budaya.

No comments:

Your Comment