Ada sebuah anekdot yang menarik dari nostalgia abang-abang terdahulu, yang punya niat meminang seseorang dan sudah merasa cocok. Atas nasehat beberapa teman, beliau dinasehatkan agar terlebih dahulu melakukan istiharah (baca: berdoa atau solat sunnah Istiharah) dan tidak usah terburu-buru dalam melangkah. Mohon dulu dengan Allah SWT, Insya Allah hasilnya nanti betul-betul maksimal dan diridhoi oleh Allah Subhanahu wataala. Dengan agak berseloroh abang ini menjawab: “Ngak usah istiharah-istiharahan, kelamaan, saya takut nanti kalau diistiharohin yang datang dalam mimpi saya malah orang lain, dan saya ngak mau orang lain, saya maunya si-dia itu. he he he
#######
Hidup adalah memilih. Manusia manapun setiap saat harus memilih. Kapanpun, dimanapun dan bagaimanapun kondisinya, ia harus berhadapan dengan pilihan-pilihan. Mulai dari pilihan kecil seperti memilih tempat duduk ketika naik kendaraan, makanan (misal: suka yang pedas-pedas), minuman (misal: suka Jus pisang), club sepak bola dan sampai pilihan-pilihan besar seperti memilih pasangan hidup, tempat kuliah, partai, pemimpin dan sebagainya. Dan setiap pilihan itu pasti memiliki dampak serta konsekuensi yang berbeda.
Kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan dua pilihan yang menurut kita kedua-duanya sama-sama penting. Sebenarnya disinilah kita harus bijak dalam mengambil keputusan, hal mana yang harus didahulukan dan hal mana yang harus dikemudiankan. Kalau meminjam bahasanya Bang Hendri Tanjung dalam Managemen Wakatunya “Ada hal yang penting dan yang tidak penting. Hal yang penting harus dikerjakan sekarang dan yang tidak penting ditunda dulu”. (Lihat: Managemen Waktu, Oleh: Hendri Tanjung dan Nur Rohim Yunus, 2007). Menentukan pilihan yang tepat adalah sangat penting karena pilihan yang baik dan benar akan membawa kepada kebaikan dan kebenaran. Sebaliknya pilihan yang buruk dan salah pasti akan melahirkan kejelekan dan kesesatan.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sa'ad bin Abi Waqqash: Rasulullah Shalallahu Aalaihi Wassallam bersabda: "Di antara kebahagiaan manusia adalah menentukan pilihannya dengan Allah dan diantara kebahagiaan manusia adalah keridhoanya pada apa yang Allah tentukan. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah ia meninggalkan Allah dalam pilihannya. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah kemarahaannya pada apa yang Allah tetapkan atas dirinya" (HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Hal: 3/377 hadis No: 1367).
Hadits ini ingin menuntun setiap mu’min tentang bagaimana menentukan pilihan yang baik dan benar agar membawa kebahagiaan. Hadits ini juga memberi peringatan untuk tidak keliru memilih agar terhindar dari kesengsaraan.
Rasulullah SAW memberi dua ciri tentang manusia yang bahagia. Pertama: Orang yang menentukan segala pilihannya berdasarkan pilihan Allah SWT. Artinya, ia menjadikan tuntunan dan syariat Allah sebagai pertimbangan utama dalam memilih segala urusan hidupnya, bukan menggunakan pertimbangan hawa nafsu, materi dan keinginan-keinginan duniawi lainya (QS. 33:71). Kedua: Orang yang ridho dengan ketentuan dan pilihan Allah SWT, Ia menerima ketentuan itu tanpa banyak mengeluh dan menggerutu.
Sebaliknya, Rasulullah SAW juga memberi dua ciri bagi orang yang sengsara. Pertama: Orang yang meninggalkan Allah SWT dalam menentukan segala pilihannya. Artinya, dalam setiap urusan hidupnya ia tidak menggunakan pertimbangan dari Allah SWT berupa tuntunan dan syariat-Nya. Ketika menentukan pilihan, ia tidak mau mengacu dan berpatokan pada nilai yang sudah digariskan Islam, melainkan menggunakan panduan dan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Islam. Kedua: Orang yang marah dan menolak apa yang telah Allah tentukan untuknya. Ia kesal dan memprotes takdir. Ia tidak terima dengan apa yang terjadi dalam hidupnya.
Mengapa orang yang menentukan pilihan hidupnya berdasarkan pertimbangan ilahiyyah dijamin akan bahagia? Karena, ketentuan yang dibuat Allah untuk manusia pasti berangkat dari ke-Mahatahuan-Nya dan ke-Mahapenyayangan-Nya. Ketentuan yang tertuang dalam dien dan syariat serta tertanam dalam fitrah manusia itu bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Maka barang siapa yang melanggar dan meninggalkannya pasti akan sengsara, karena menolak sesuatu yang bertentangan dengan dirinya.
Di samping itu, karena Allah yang menciptakan dan memiliki manusia dan kehidupan ini, maka sudah barang tentu Allah jua yang paling tahu dan paling berhak menentukan apa yang terbaik buat manusia. Maka sudah sepantasnya manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah SWT dengan mengikuti segala aturannya, termasuk aturan dalam menentukan pilihan. Jika tidak begitu, ia akan mengambil pilihan itu berdasarkan tuntunan nafsu.
Mengapa pula orang yang ridho pada apa yang Allah putuskan akan bahagia, sementara orang yang marah terhadap keputusan itu akan sengsara? Orang yang menerima keputusan Allah dengan lapang dada tidak akan merasa terbebani oleh masalah berkepanjangan yang berasal dari tuntutan dan keinginan yang tidak terwujud. Ia menerima yang terjadi apa adanya. Yang penting ia sudah berusaha optimal. Wajar bila hatinya merasa tenang dan tenteram.
Tapi sebaliknya, orang yang tidak menerima keputusan Allah, ia akan disiksa oleh angan-angannya yang belum terwujud. Wajar kalau ia terserang depresi dan stres, dua gejala yang sebenarnya merupakan dampak ketidakrelaan seseorang terhadap keputusan Allah SWT.
Oleh itu, mari kita memilih dengan Allah SWT dalam segala permasalahan hidup, sesungguhnya memilih dengan Allah itu Indah. Dia-lah yang Maha Mengetahui yang terbaik dan pas untuk kita, dan jangan sampai menyesal dengan pilihan Allah SWT yang akhirnya membawa kesengsaraan kepada diri kita sendiri. "Yaa Ilahi Antal maqshudi wa ridhaka mathlubi". Ya Allah bertemu dengan Mu adalah tujuan akhirku dan hanya dengan keredhaan Mu-lah aku mengharap....Wallahu ‘Alam Bishowab.
Kadang-kadang dalam kehidupan sehari-hari kita sering berhadapan dengan dua pilihan yang menurut kita kedua-duanya sama-sama penting. Sebenarnya disinilah kita harus bijak dalam mengambil keputusan, hal mana yang harus didahulukan dan hal mana yang harus dikemudiankan. Kalau meminjam bahasanya Bang Hendri Tanjung dalam Managemen Wakatunya “Ada hal yang penting dan yang tidak penting. Hal yang penting harus dikerjakan sekarang dan yang tidak penting ditunda dulu”. (Lihat: Managemen Waktu, Oleh: Hendri Tanjung dan Nur Rohim Yunus, 2007). Menentukan pilihan yang tepat adalah sangat penting karena pilihan yang baik dan benar akan membawa kepada kebaikan dan kebenaran. Sebaliknya pilihan yang buruk dan salah pasti akan melahirkan kejelekan dan kesesatan.
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sa'ad bin Abi Waqqash: Rasulullah Shalallahu Aalaihi Wassallam bersabda: "Di antara kebahagiaan manusia adalah menentukan pilihannya dengan Allah dan diantara kebahagiaan manusia adalah keridhoanya pada apa yang Allah tentukan. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah ia meninggalkan Allah dalam pilihannya. Dan di antara tanda kesengsaraan manusia adalah kemarahaannya pada apa yang Allah tetapkan atas dirinya" (HR. Imam Ahmad dalam Musnad-nya, Hal: 3/377 hadis No: 1367).
Hadits ini ingin menuntun setiap mu’min tentang bagaimana menentukan pilihan yang baik dan benar agar membawa kebahagiaan. Hadits ini juga memberi peringatan untuk tidak keliru memilih agar terhindar dari kesengsaraan.
Rasulullah SAW memberi dua ciri tentang manusia yang bahagia. Pertama: Orang yang menentukan segala pilihannya berdasarkan pilihan Allah SWT. Artinya, ia menjadikan tuntunan dan syariat Allah sebagai pertimbangan utama dalam memilih segala urusan hidupnya, bukan menggunakan pertimbangan hawa nafsu, materi dan keinginan-keinginan duniawi lainya (QS. 33:71). Kedua: Orang yang ridho dengan ketentuan dan pilihan Allah SWT, Ia menerima ketentuan itu tanpa banyak mengeluh dan menggerutu.
Sebaliknya, Rasulullah SAW juga memberi dua ciri bagi orang yang sengsara. Pertama: Orang yang meninggalkan Allah SWT dalam menentukan segala pilihannya. Artinya, dalam setiap urusan hidupnya ia tidak menggunakan pertimbangan dari Allah SWT berupa tuntunan dan syariat-Nya. Ketika menentukan pilihan, ia tidak mau mengacu dan berpatokan pada nilai yang sudah digariskan Islam, melainkan menggunakan panduan dan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Islam. Kedua: Orang yang marah dan menolak apa yang telah Allah tentukan untuknya. Ia kesal dan memprotes takdir. Ia tidak terima dengan apa yang terjadi dalam hidupnya.
Mengapa orang yang menentukan pilihan hidupnya berdasarkan pertimbangan ilahiyyah dijamin akan bahagia? Karena, ketentuan yang dibuat Allah untuk manusia pasti berangkat dari ke-Mahatahuan-Nya dan ke-Mahapenyayangan-Nya. Ketentuan yang tertuang dalam dien dan syariat serta tertanam dalam fitrah manusia itu bertujuan untuk kebaikan manusia itu sendiri. Maka barang siapa yang melanggar dan meninggalkannya pasti akan sengsara, karena menolak sesuatu yang bertentangan dengan dirinya.
Di samping itu, karena Allah yang menciptakan dan memiliki manusia dan kehidupan ini, maka sudah barang tentu Allah jua yang paling tahu dan paling berhak menentukan apa yang terbaik buat manusia. Maka sudah sepantasnya manusia menyerahkan seluruh hidupnya kepada Allah SWT dengan mengikuti segala aturannya, termasuk aturan dalam menentukan pilihan. Jika tidak begitu, ia akan mengambil pilihan itu berdasarkan tuntunan nafsu.
Mengapa pula orang yang ridho pada apa yang Allah putuskan akan bahagia, sementara orang yang marah terhadap keputusan itu akan sengsara? Orang yang menerima keputusan Allah dengan lapang dada tidak akan merasa terbebani oleh masalah berkepanjangan yang berasal dari tuntutan dan keinginan yang tidak terwujud. Ia menerima yang terjadi apa adanya. Yang penting ia sudah berusaha optimal. Wajar bila hatinya merasa tenang dan tenteram.
Tapi sebaliknya, orang yang tidak menerima keputusan Allah, ia akan disiksa oleh angan-angannya yang belum terwujud. Wajar kalau ia terserang depresi dan stres, dua gejala yang sebenarnya merupakan dampak ketidakrelaan seseorang terhadap keputusan Allah SWT.
Oleh itu, mari kita memilih dengan Allah SWT dalam segala permasalahan hidup, sesungguhnya memilih dengan Allah itu Indah. Dia-lah yang Maha Mengetahui yang terbaik dan pas untuk kita, dan jangan sampai menyesal dengan pilihan Allah SWT yang akhirnya membawa kesengsaraan kepada diri kita sendiri. "Yaa Ilahi Antal maqshudi wa ridhaka mathlubi". Ya Allah bertemu dengan Mu adalah tujuan akhirku dan hanya dengan keredhaan Mu-lah aku mengharap....Wallahu ‘Alam Bishowab.